* * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog(Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama * * *

Rabu, 27 Juni 2012

Mengapa harus UI kalau ada UI-N?

Oleh: Adi Pratama

Pernyataan di atas merupakan sebuah realita dari mahasiswa UIN yang kurang pede jika menyebut almamaternya, kecenderungan ini bisa kita lihat jika kita memperhatikan prilaku mayoritas civitas akademika UIN terutama UIN Sunan Gunung Djati baik itu di dunia maya maupun dalam kehidupan realitas sosialnya.
Kadang mahasiswa UIN suka menyelewengkan nama UIN menjadi UI-N dengan mungkin bermaksud agar dianggap mahasiswa UI. Gejala inilah yang akhirnya membawa mahasiswa UIN kurang simpati dan bersifat apatis terhadap almamaternya sendiri sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri. Padahal jika dibandingkan dengan UI, sudah sangat Jelas bahwa UIN memiliki nilai plus yaitu “islam” dan ini menjadi sebuah identitas kita sebagai muslim dan juga sebagai generasi penerus terciptanya kader-kader yang “Tafaqqohu Fid-din”.
Spesifikasi inilah yang akhirnya akan memberi nilai lebih bagi lulusan UIN agar lebih tertantang pada persaingan di era globalisasi ini dimana alumni-alumni UIN diharapkan mampu memberi solusi dan pencerahan bagi berbagai problem yang di hadapi umat tidak hanya dalam hal Ubudiyah saja tapi juga di segala aspek seperti fakultas syariah yang menjadi penyuplai tenaga ahli perbankkan syari’ah, fakultas adab yang berkontribusi dengan para tenaga ahli sejarawan islam, sastrawan muslim, dsb.
Tentu saja semua hal itu haruslah di dukung dengan partisipasi dari semua pihak terutama pihak Rektorat UIN dan para stafnya selain mahasiswa itu sendiri. Namun seperti yang kita lihat saat ini terkadang menjadi gambaran bagi kita bagaimana kepentingan mahasiswa sendiri sebagai peserta didik selalu terabaikan guna kepentingan pribadi maupun kelompok. Juga bagimana UIN seperti kehilangan tajinya ketika misalnya “macetnya” suplai dana pembangunan dsb dari pemerintah yang berimbas pada terbengkalainya KBM mahasiswa padahal jika saja manajemennya tertata rapih bukan tidak mungkin UIN dapat menandingi UI yang masih bisa mandiri dengan dibuktikan sala satunya dengan sala satu fakultas di UI yang mampu memberi insentif lebih kepada dosennya tanpa harus meminta dari pemerintah ataupun lembaga.
Jangan jauh-jauh untuk mandiri ekonomi, untuk administrasi saja Di uin masih terbilang sangat kacau dibuktikan jika kita melihat absen hadir mahasiswa di kelas saja masih banyak nama mahasiswa yang tercantum di absen padahal ia sudah mengundurkan diri atau bahkan tidak mengikuti registrasi sehingga imbasnya terhadap tidak diindahkannya pertuaran UIN itu sendiri.
Sala satu solusi yang ingin penulis sampaikan pada para pembaca yang budiman adalah:
1. Restorasi yang terjadi bukan hanya di bidang infrastruktur saja tetapi mencakup berbagai bidang terutama akademis, kualitas tenaga pendidik yang teruji kemampuannya.
2. Pengembangan potensi dan minat mahasiswa juga harus lebih diperhatikan misalnnya mendorong dan memfasilitasi mahasiswa tidak hanya dalam bidang akademis saja tapi juga mengarahkan mereka supaya mandiri ekonomi seperti halnya yang dilakukan oleh sebuah lembaga pesantren yang berbasis pengembagan ekonomi seperti Darut Tauhid, dsb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar